Diberdayakan oleh Blogger.

Selasa, 10 Maret 2020

Harapan untuk UMY



Pergerakan Muhammadiyah sebagai wadah perubahan dari 107 tahun merupakan salah satu saham terbesar yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Dari pembenaran arah kiblat, metode hisab dalam penentuan ramadhan, hingga reformasi penyatuan pendidikan umum dan agama adalah hal yang sudah menjadi sumbangan Muhammadiyah yang sangat berharga. 

Overview


Muhammadiyah senantiasa berorientasi kepada tujuan utama untuk mengembalikan seluruh penyimpangan yang terjadi dalam proses dakwah dan ibadah yang sering menyebabkan ajaran Islam bercampur-baur dengan kebiasaan di daerah tertentu dengan alasan adaptasi padahal hanya basa-basi untuk menolak reformasi. Gerakan Muhammadiyah akan senantiasa berciri kepada semangat membangun tatanan sosial dan pendidikan masyarakat yang lebih maju dan terdidik. Menampilkan ajaran Islam bukan sekadar agama yang bersifat pribadi dan statis, tetapi dinamis dan berkedudukan sebagai sistem kehidupan manusia dalam segala aspeknya.

Melihat tiga pekerjaan (amal usaha) utama Muhammadiyah yakni dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan pelayanan sosial, meskipun secara kuantitatif belum bisa ditandingi organisasi mana pun, namun secara kualitatif relatif tertinggal dari yang “sekadar” dimiliki yayasan atau bahkan perorangan. 

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta in Nutshell


Penulis mengambil contoh paling dekat yakni Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Didirikan 1 Maret 1981 melalui perjuangan yang keras beberapa aktivis Muhammadiyah seperti H. Mustafa Kamal Pasha, M. Alfian Darmawan, Hoemam Zainal, dkk yang gigih mencari Mahasiswa serta didukung oleh Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah saat itu, K.H. A. R. Fakhrudin dan Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DIY H. Mukhlas Abror, secara resmi didirikan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, yang kemudian berkembang hingga saat ini. Mengorientasikan tujuan utama kepada terwujudnya sarjana muslim yang berakhlak mulia, cakap, percaya diri, mampu mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta berguna bagi umat, bangsa dan kemanusiaan.

Namun, mengenai banyaknya gagasan yang muncul, ada juga kekhawatiran akan menjadi gagasan semata karena belum tersedianya infrastruktur organisasi, baik yang dari pihak Universitasnya langsung maupun dari Muhammadiyah itu sendiri, yang kompatibel dengan gagasan-gagasan tersebut misalnya gagasan tentang “Islam Berkemajuan” atau “Indonesia Berkemajuan” yang diusung menjadi tema Muktamar Muhammadiyah ataupun gagasan yang menjadi moto utama dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, "Unggul dan Islami" dan "Muda Mendunia".

Harapan di Masa Depan


Maka dari itu, penulis hanya ingin mengharapkan untuk membenahi ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai demi menunjang gagasan-gagasan tersebut. Misalnya, Kondisi Gedung bagian Timur dan Barat UMY yang sangat jauh perbedaannya. Mulai dari segi kondisi dan ketersediaan fasilitas hingga sarana penunjang belajar-mengajar yang berbeda jauh antara Timur dan Barat. Kesenjangan seperti ini hanya akan mendatangkan kecemburuan sosial, meskipun hal ini juga dipertimbangkan berdasarkan besarnya biaya yang dikeluarkan masing-masing pihak yang nyatanya juga berbeda. 

Namun, hal ini bukan menjadi alasan untuk membedakan kualitas dan kondisi fasilitas dalam menunjang aktivitas pembelajaran. Kedua pihak sama-sama sedang “Berjudi” mempertaruhkan waktu dan usaha dalam mengembangkan Indonesia ke depannya, terutama UMY itu sendiri, namun tidak terdukung oleh tersedianya infrastruktur yang memadai. Layaknya seseorang pemimpi yang berkeinginan kuat untuk menginjakkan kakinya ke Bulan, namun tidak didukung oleh keberadaan roket dan lain hal.

Hal inilah yang dapat menjadi cambuk dan koreksi bagi kita semua dalam mendukun sebuah reformasi bersama. Tidak hanya teori dan usaha belaka, harus ada pendukung yang memadai.

“Apa gunanya berperang hanya dengan teriakan dan jumlah semata. Jika pendang, panah, kuda, perisai, dan tombak pun tak ada, maka kemenangan gemilang hanya angan-angan belaka.”


Published: By: Lutfiadji A Hidayat - 13.24

Selasa, 03 Maret 2020

Ketika Aku menjadi Guru


Hidup tanpa seorang Guru bagaikan hidup Arah. Gelap, hampa, tanpa harapan, bagaikan jatuh ke dalam jurang terdalam gelapnya kebodohan hidup ini.

Guru bagaikan sebuah Lilin, membakar dan menghabiskan diri mereka sendiri hanya untuk menerangi sekelilingnya.

Begitupun kehidupan seorang Guru, mengorbankan setiap waktu dan tenaga yang dimiliki hanya untuk menerangi hidup muridnya.


My Journey

Dalam tahun-tahun perjalanku dalam Studi sebagai Guru Agama, sesekali terbesit dalam pikiranku, "Bagaimana ketika aku menjadi guru nanti? Akankah seperti dosenku yang mengajar di depan? Menatap mahasiswanya seperti anaknya sendiri, penuh pengharapan dan kasih sayang. Sehingga, setiap perkataanya adalah kebijaksanaan, setiap gestur adalah teladan, dan setiap ilmu yang disampaikan tidak akan lengkang oleh zaman. Ataukah, diriku akan seperti mereka yang hanya melihat mahasiswanya seperti ATM berjalan? Hanya sebagai sumber penghasilan dan pelampiasan mereka semata. Sehingga, setiap perkataan adalah gonggongan dan ocehan, setiap gestur adalah siksaan, dan setiap sesi pembelajaran layaknya mengendarai sepeda di atas bara api.



Seringkali kucoba untuk lari dari semua ini dengan tetap optimis dan positif, namun pahitnya lingkungan ini menarik ku semakin dalam dan dalam ke dalam jurang keputusasaan. Bayangan akan pesimisnya murid-murid kelak menghantuiku, membuat hatiku berteriak,

"Tidak!"
"Aku harus mendidik mereka!"
"Ku tidak peduli sedikitpun, walaupun mereka menolak dan memberontak untuk dididik."
"Sudah menjadi resiko bagi mereka untuk terus maju dan bagi yang tidak mau lebih baik tidak usah sekolah sama sekali!"

Di tengah gelap dan pahitnya jurang kenyataan itu, setitik cahaya harapan dari mereka para Guru yang mendidik dengan suka ria membangunkan ku dari mimpi buruk ini. Begitu suci hati mereka, begitu positif pemikiran mereka, begitu kuat pendirian mereka menunjukkan bahwa masih ada Oasis Harapan di tengah tandusnya Gurun Pasir pembelajaran. Membuatku berteriak,

“Iya!”
“Muridku akan terdidik, begitu pula diriku!”
“Mereka bagian dariku, aku bagian dari mereka!”


“Kita akan terus bertumbuh, belajar, dan sukses bersama!”

Sosok Ideal Bagi Para Murid


Plato pernah berkata, "Do not train students to learning by force and harshness, but direct them to it by what amuses their mind, so that you may be better able to discover with accuracy the pecular bent of the genius of each."

Mengajar bukan berarti mengendalikan, tetapi segala hal tentang hubungan saling mengajar dan mengerti satu sama lain. Perasaan yang hadir di dalam hangatnya ruang kelas tersampaikan dengan baik dengan sama-sama membangun pembelajaran tersebut.









Published: By: Lutfiadji A Hidayat - 22.10

Selasa, 02 Mei 2017

Sira Padang - Cabe-cabean asal Sumbawa

"Nongka sah Bakela lamen nongka kenang Sira Padang"



Sira Padang, tidak lain tidak bukan adalah bahan utama yang sering bikin orang sakit perut, bibir bengkak, dan mengeluarkan Desahan tanda tak tahan ataupun tanda nambah lagi.

Masyarakat, terutama anak-anak dan remaja sering menikmati Sira padang dengan buah-buahan muda seperti Mangga, Belimbing, Cermai, Kendondong dan lain-lain.

Selain sensai dari Cabai yang menimbulkan efek Ketagihan juga efek dari Garam yang secara kimiawi mengurangi rasa Asam pada buah-buahan muda.

Cara pembuatannya cukup simpel.

Sediakan :
1. Sediakan Cobek (Tempat menghancurkan cabai)
2. Sediakan Ulak (Alat menghancurkan cabai)
3. Cabai itu sendiri, terserah mau berapa sesuai selera
4. Garam dan MSG (Penyedap rasa)
5. Buah-buahan Muda

Cara :
1. Ulak (hancurkan) Cabai, garam dan MSG hingga benar-benar rata.
2. Taruh hasil ulakkan ke dalam Piring atau bisa langsung tanpa menaruh hasil ulakkan.
3. Sira padang dapat dinikmati

Sekian. 
Terima Kasih.

#Kuliner

 
Published: By: Lutfiadji A Hidayat - 18.15

Senin, 01 Mei 2017

Sarune - Alat musik tradisional dengan Melodi tanpa henti

“Lamen kam mo petang betangkap, Kaleng nonda dengan tu bakarante, Kaleng mu menong seda ku Basarune”

artinya  :

“Jika hari telah berselimut malam, dan ketika tak ada lagi kawan bicara, yang tinggal hanya bisikan merdu dari Serunai ku”



Serunai atau Saone adalah alat musik tradisional asal Sumbawa yang mirip dengan Seruling. Pada dasarnya bentuk dan mekanismenya hampir sama dengan seruling, yang membedakannya hanya Lubang tempat keluar dan Suara yang dihasilkan oleh Serunai.




Sarune tradisional sumbawa dibuat dari dua bahan pokok yaitu buluh ( jenis bambu kecil) dan daun lontar. Lolo dan anak lolo terdiri atas bulu.. Pada lolo terdapat 6 (enam) bongkang ( lubang) di atas, dan satu lubang di bawah. Cara melubangi dilakukan dengan menggunakan kawat besar yang dibakar. Jarak antara lubang yang satu dengan yang lainnya diukur dengan mengambil ukuran keliling lolo. Sedang lubang yang ada di bawah, jaraknya ½ (setengah )dari jarak antara dua lubang diatas.

Cara memainkannya pun tidak sembarangan. Seseorang yang memainkan serunai cenderung tidak terputus nafasnya dan akan terus memainkan melody tanpa henti. 

Berikut contoh Basarunai :

 

#Budaya
#Alat Musik

Published: By: Lutfiadji A Hidayat - 21.21