Pergerakan Muhammadiyah sebagai
wadah perubahan dari 107 tahun merupakan salah satu saham terbesar yang
dimiliki oleh bangsa Indonesia. Dari pembenaran arah kiblat, metode hisab dalam
penentuan ramadhan, hingga reformasi penyatuan pendidikan umum dan agama adalah
hal yang sudah menjadi sumbangan Muhammadiyah yang sangat berharga.
Overview
Muhammadiyah senantiasa berorientasi
kepada tujuan utama untuk mengembalikan seluruh penyimpangan yang terjadi dalam
proses dakwah dan ibadah yang sering menyebabkan ajaran Islam bercampur-baur
dengan kebiasaan di daerah tertentu dengan alasan adaptasi padahal hanya
basa-basi untuk menolak reformasi. Gerakan Muhammadiyah akan senantiasa berciri
kepada semangat membangun tatanan sosial dan pendidikan masyarakat yang lebih
maju dan terdidik. Menampilkan ajaran Islam bukan sekadar agama yang bersifat
pribadi dan statis, tetapi dinamis dan berkedudukan sebagai sistem kehidupan
manusia dalam segala aspeknya.
Melihat tiga pekerjaan (amal
usaha) utama Muhammadiyah yakni dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan
pelayanan sosial, meskipun secara kuantitatif belum bisa ditandingi organisasi
mana pun, namun secara kualitatif relatif tertinggal dari yang “sekadar”
dimiliki yayasan atau bahkan perorangan.
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta in Nutshell
Penulis mengambil contoh paling
dekat yakni Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Didirikan 1 Maret 1981 melalui
perjuangan yang keras beberapa aktivis Muhammadiyah seperti H. Mustafa Kamal
Pasha, M. Alfian Darmawan, Hoemam Zainal, dkk yang gigih mencari Mahasiswa
serta didukung oleh Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah saat itu, K.H. A. R.
Fakhrudin dan Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DIY H. Mukhlas Abror, secara
resmi didirikan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, yang kemudian berkembang
hingga saat ini. Mengorientasikan tujuan utama kepada terwujudnya sarjana
muslim yang berakhlak mulia, cakap, percaya diri, mampu mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta berguna bagi umat, bangsa dan kemanusiaan.
Namun, mengenai banyaknya gagasan
yang muncul, ada juga kekhawatiran akan menjadi gagasan semata karena belum
tersedianya infrastruktur organisasi, baik yang dari pihak Universitasnya langsung
maupun dari Muhammadiyah itu sendiri, yang kompatibel dengan gagasan-gagasan
tersebut misalnya gagasan tentang “Islam Berkemajuan” atau “Indonesia
Berkemajuan” yang diusung menjadi tema Muktamar Muhammadiyah ataupun gagasan
yang menjadi moto utama dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, "Unggul
dan Islami" dan "Muda Mendunia".
Harapan di Masa Depan
Maka dari itu, penulis hanya
ingin mengharapkan untuk membenahi ketersediaan sarana dan prasarana yang
memadai demi menunjang gagasan-gagasan tersebut. Misalnya, Kondisi Gedung
bagian Timur dan Barat UMY yang sangat jauh perbedaannya. Mulai dari segi kondisi
dan ketersediaan fasilitas hingga sarana penunjang belajar-mengajar yang berbeda
jauh antara Timur dan Barat. Kesenjangan seperti ini hanya akan mendatangkan kecemburuan
sosial, meskipun hal ini juga dipertimbangkan berdasarkan besarnya biaya yang
dikeluarkan masing-masing pihak yang nyatanya juga berbeda.
Namun, hal ini bukan menjadi alasan untuk membedakan kualitas dan kondisi fasilitas dalam menunjang aktivitas pembelajaran. Kedua pihak sama-sama sedang “Berjudi” mempertaruhkan waktu dan usaha dalam mengembangkan Indonesia ke depannya, terutama UMY itu sendiri, namun tidak terdukung oleh tersedianya infrastruktur yang memadai. Layaknya seseorang pemimpi yang berkeinginan kuat untuk menginjakkan kakinya ke Bulan, namun tidak didukung oleh keberadaan roket dan lain hal.
Namun, hal ini bukan menjadi alasan untuk membedakan kualitas dan kondisi fasilitas dalam menunjang aktivitas pembelajaran. Kedua pihak sama-sama sedang “Berjudi” mempertaruhkan waktu dan usaha dalam mengembangkan Indonesia ke depannya, terutama UMY itu sendiri, namun tidak terdukung oleh tersedianya infrastruktur yang memadai. Layaknya seseorang pemimpi yang berkeinginan kuat untuk menginjakkan kakinya ke Bulan, namun tidak didukung oleh keberadaan roket dan lain hal.
Hal inilah yang dapat menjadi
cambuk dan koreksi bagi kita semua dalam mendukun sebuah reformasi bersama.
Tidak hanya teori dan usaha belaka, harus ada pendukung yang memadai.
“Apa gunanya berperang hanya dengan
teriakan dan jumlah semata. Jika pendang, panah, kuda, perisai, dan tombak pun
tak ada, maka kemenangan gemilang hanya angan-angan belaka.”